1 Cara Jadul Memberdayakan Duit yang Terbukti Ampuh
- Rony_Pebisnishijrah
- Oct 7, 2017
- 3 min read
Ketika hijrah ke Madinnah, Abdurahman bin Auf dikenalkan dengan orang kaya yang bernama Sa’ad bin Rabi’ . Sa’ad Bin Rabi’ menawarkan separuh hartanya kepada Abdurahman bin Auf nemun beliau menolak dan berkata “Tidak usah. Tunjukkan saja saya dimana pasar.” Akhirnya beliau pergi ke pasar, melakukan riset pasar dan dalam waktu yang singkat mengetahui bahwa pasar – pasar di madinah dikuasai oleh para pedagang pedagang Yahudi .

Melihat kondisi yang berlaku di pasar Madinah tersebut, beliau melakukan strategi dan taktik yang cukup unik. Dengan bantuan saudara anshar-nya itu beliau membeli tanah di dekat pasar tersebut, dan mempersilahkan para pedagang untuk berjualan di tempat yang baru beliau beli dalam waktu singkat lahirlah pasar kaum muslimin pertama di Kota Madinah.
Dengan adanya pasar, kaum muslimin bisa dengan leluasa menerapkan aturan aturan ekonomi islam dalam berdagang tanpa perlu takut direcoki oleh kepentingan bisnis yahudi. Biarlah nanti waktu yang membuktikan pasar mana yang lebih efisien dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Islam mengakui tanah sebagai suatu faktor produksi. Dalam tulisan klasik, tanah dianggap sebagai suatu faktor produksi penting karena merupakan sumber daya alam yang akan digunakan dalam proses produksi. Baik Al Qur’an maupun Sunnah banyak memberikan tekanan pada pemanfaatan tanah secara baik seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat As-Sajadah Ayat 27.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasannya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”
Nash di atas dapat dipahami bahwa Islam telah memberikan dorongan bagi siapa saja untuk memanfaatkan tanah kosong menjadi lahan pertanian, perkebunan atau tujuan produktif lainnya. Dalam kasus kepemilikan tanah, Rasulullah SAW telah melarang seseorang memiliki tanah namun dibiarkan terlantar tanpa dimanfaatkan sedikitpun. Secara ekonomi hal ini akan menyebabkan penurunan aktifitas produksi dan menutup kesempatan bagi orang lain yang memiliki kemapuan mengolah lahan namun memiliki keterbatasan keuangan.
(Sulaiman Rasjid, 2012) dalam Fiqih Islam menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa berdiri sendiri, sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan dari orang lain diberbagai aspek kehidupan. Bentuk social yang dimaksud antara lain tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing baik dengan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam, atau berusaha dengan cara lain, baik itu untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan atau kemaslahatan umum. Diantara sekian banyak aspek kerja sama dan hubungan timbal balik manusia maka pemanfaatan lahan kosong sangat penting peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup.
Bagi sebagian orang yang memiliki keluasan rejeki materi, Tanah menjadi salah satu objek investasi begitu populer untuk dimiliki. Banyak orang memilih jenis investasi properti jenis ini karena nilainya yang terus meningkat. Karena sifatnya yang tidak dapat di perbarui, pertumbuhan properti yang terus meningkat pesat akan membuat tanah perlahan mengalami kelangkaan pasokan. Permintaan tanah pun akan terus meningkat dibandingkan ketersediaan ketersediaan yang ada. Disisi lain, sebagian saudara – saudara kita yang tinggal dipedesaan dikaruniai hamparan tanah yang luas namun tidak memiliki kemampuan pengetahuan dan finansial untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam tersebut.
Saudara kita yang memiliki keluasan rejeki akan memilih lokasi tanah yang terdapat historis dalam perjalanan hidupnya sebagai lokasi pilihan investasi tanah sedangkan saudara kita yang tinggal dipedesaan melakukan urbanisasi karena memiliki pemikiran bahwa untuk merubah hidup menjadi lebih baik harus ke kota karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk maju di kampong halaman.
Dua pemikiran yang sesalu bertolak belakang ini sudah saatnya dikemas dalam suatu model pembangunan wilayah yang saling menguntungkan dengan melibatkan masyarakat setempat, pemilik dana serta pengembang dan pengelola.
Ketika seseorang memilih investasi tanah, maka beberapa hal yang jadi pertimbangannya adalah
Siapa yang mengurus tanah itu?
Seberapa strategis tanah itu?
Sesuaikah uang yang dikeluarkan dengan kepemilikan tanah itu?
Selain untuk keturunan, apa manfaat tanah itu?
Investasi di tanah membutuhkan kejelian dan kecepatan mengambil keputusan. Hal ini karena Kenaikan harganya cenderung lebih tinggi dari inflasi. Bagi yang berencana jangka panjang, hal ini akan sangat menguntungkan karena rata-rata kenaikan harga tanah per tahun berkisar mulai 20 hingga 25 persen. Akan tetapi, lokasi tanah ini berada di wilayah berkembang, kenaikan harganya dapat mencapai 30 persen hingga 40 persen per tahun. Bahkan untuk kawasan CBD (Central Business District), nilai kenaikannya mencapai 200 persen hingga 300 persen (lamudi.co.id)
Sedangkan untuk orang yang memiliki keterbatasan dana, secara cerdas mereka memilih lokasi dengan kisaran harga yang masih terjangkau. Dengan catatan lokasi tersebut memiliki potensi menjanjikan dan terdapat rencana proyek pembangunan untuk mendongkrak nilai tanah di kemudian hari.
Comments